Blogroll

Ibu Rumah Tangga Yang Nafsu Nya Sangat Besar

 Ibu Rumah Tangga Yang Nafsu Nya Sangat Besar

Santi adalah seorang tetangga ramah, dalam cerita ngewe ini Santi digambarkan sebagai sosok ibu muda yang baik, sopan dan ramah, tapi siapa sangka nafsu besar yang dimiliki santi ternyata tertutup oleh keramahannya. Kejadian ini terjadi sekitar satu bulan yang lalu.Waktu itu saya beserta dua orang teman kantor sedang makan siang di sebuah restoran di bilangan Kemang. Ketika saya hendak membayar makanan, saya mengantri di belakang seorang wanita cantik yang sedang menggendong anak kecil. Karena agak lama, saya menegurnya. Ketika ia menengok ke arah saya, saya sangat kaget, ternyata ia adalah santi.

Tante


Nah, santi ini adalah istri tetangga saya di komplek rumah saya. “Eh, Mas Vito. Lagi ngapain Mas..?” tanyanya. “Anu, saya sedang makan siang. Kamu sama siapa Mir..? Andre ndak ikut..?” “Enggak Mas, dia lagi tugas luar kota. Saya lagi beli makanan, sekalian buat nanti malam. Soalnya si Ijah lagi pulang kampung juga. Ya sudah, saya keluar aja bareng Vina (anaknya-pen).” “Kamu bawa mobil..?” tanya saya. “Enggak tuh Mas, mobilnya dibawa Mas Andre ke Lampung.” “Oo, mau pulang bareng..? Kebetulan saya juga mau langsung pulang, tadi habis tugas lapangan.”

“Ya sudah nggak apa-apa.” Singkat cerita, saya dan kedua teman saya langsung pulang ke rumah masing-masing. Sementara saya, santi dan Vina pulang bersama di mobil saya. Sesampainya di rumah santi yang hanya berjarak 4 rumah dari saya, santi mengajak mampir, tapi saya bilang mau pulang dulu, ganti baju dan menaruh mobil.


Karena Jenny, istri saya, sedang pergi ke rumah orangtuanya, saya langsung saja pergi ke rumah santi dengan memakai celana pendek dan kaos. Ternyata, rumah santi tertata cukup apik. Ketika saya masuk, si Santi hanya memakai piyama mandi.

“Saya ganti baju dulu ya Mas, gerah nih,” katanya sambil tersenyum. “Oo.., iya, si Vina mana..?” tanya saya sambil terpesona melihat kecantikan dan kemulusan body si Santi. “Anu Mas, dia langsung tidur pas sampai di rumah tadi, kasihan dia capek, saya ke kamar dulu ya Mas..!” “Eh, iya, jangan lama-lama ya,” kata saya.


Ketika Santi masuk ke dalam kamar, dia (entah sengaja atau tidak) tidak rapat menutup pintu kamarnya. Merasa ada kesempatan, saya mencoba mengintip. Memang lagi mujur, ternyata di lurusan celah pintu itu, ada kaca lemari riasnya. Wow, untuk ukuran wanita yang telah mempunyai anak berumur 3 tahun, si Santi ini masih punya bentuk tubuh yang bagus dan indah.


Dengan ukuran 34B dan selangkangan yang dicukur, dia langsung membuat “adik kecil” saya berontak dan bangun. Dan yang menambah kaget saya, sebelum memakai daster yang hanya selutut, ia hanya memakai celana dalam jenis G-string dan tidak mengenakan BH. Sebelum ia berjalan ke luar kamar, saya langsung lari ke sofa dan pura-pura membaca koran.


“Eh, maaf ya Mas kelamaan.” kata Santi sambil duduk setelah sepertinya berusaha untuk membetulkan letak tali celana dalamnya yang menyempil. “Ndak apa-apa kok, saya juga lagi baca koran. Memangnya Andre berapa hari tugas luar kota..?” tanya saya yang juga ‘sibuk’ membetulkan letak si ‘kecil’ yang salah orbit.


Sambil tersenyum penuh arti, Santi menjawab, “3 hari Mas, baru berangkat tadi pagi. Ngomong-ngomong saya juga sudah 2 hari ini nggak liat Mbak Jenny, kemana ya Mas..?” “Dia ke rumah orangtuanya. Seminggu. Bapaknya sakit.” jawab saya. “Wah, kesepian dong..?” tanya Santi menggoda saya.


Merasa hal ini harus saya manfaatkan, saya jawab saja sekenanya, “Iya nih, mana seminggu lagi, ndak ada yang nemenin. Kamu mau nemenin saya emangnya..?” “Wah tawaran yang menarik tuh..,” jawab Santi sambil tersenyum lagi, “Emangnya Mas mau saya temenin..? Saya kan ada si Vina, nanti ganggu Mas lagi. Mas Vito kan belum punya anak, jadinya santai.”


“Ndak apa-apa, eh iya, saya mau tanya, kamu ini umur berapa sih? Kok keliatannya masih muda ya..?” sambil menggeser posisi duduk saya supaya lebih dekat ke Santi. “Saya baru 27 kok Mas, saya married waktu 23, pas baru lulus kuliah. Saya diajak married Mas Andre itu pas dia sudah bekerja 3 tahun.


Gitu Mas, memang kenapa sih..?” “Ndak, saya kok penasaran ya. Kamu sudah punya anak umur 3 tahun, tapi kok badan kamu masih bagus banget, kayak anak umur 20-an gitu.” kata saya. “Yah, saya berusaha jaga badan aja Mas. Biar laki-laki yang ngeliat saya pada ngiler,” katanya sambil tersenyum.

“Wah, kamu ini bisa saja, tapi memang iya sih ya, saya kok juga jadi mau ngiler nih.” “Nah kan, mulai macem-macem ya, nanti saya jewer lho..!” “Kalo saya macem-macem beneran, emangnya kamu mau jewer apa saya..?” tanya saya sambil terus melakukan penetrasi dari sayap kanan Santi.

Merasa saya melakukan pendekatan, Santi kok ya mengerti. Sambil menghadap ke wajah saya, dia bilang, “Wah, kalo beneran, saya mau jewer ‘burungnya’-nya Mas Vito, biar putus sekalian.” “Memangnya kamu berani..?” tanya saya, “Dan lagi saya juga bisa mbales,”

“Saya berani lho Mas..!” sambil beneran memegang ‘burung’ saya yang memang sudah minta dipegang, “Terus Mas Vito mbalesnya gimana..?” “Nanti saya remes-remes lho toketmu..!” jawab saya sambil beneran juga melakukan serangan pada bagian dada.

Karena merasa masing-masing sudah memegang ‘barang’, kami tidak bicara banyak lagi. Saya langsung mengulum bibir Santi yang memang lembut sekali dan basah serta penuh gairah. Dan tampaknya, Santi yang sudah setengah jalan, langsung memasukkan tangannya ke dalam celana saya, tepat memegang ‘burung’ saya yang maha besar itu (kata istri saya sih). “Mas Vito, kon**lnya gede banget.” kata Santi sambil terengah-engah. “Sudah, nikmati aja. Kalo mau diisep juga boleh..!” kata saya.

Dan tanpa banyak bicara, Santi langsung membuka 2 pertahanan bawah saya. Dengan seenaknya ia melempar celana pendek dan celana dalam saya, dan langsung menghisap batang kemaluan saya. Ternyata, hisapannya top banget.

Tanpa tanggung-tanggung, setengah penis saya yang 18 cm itu dimasukkan semuanya. Dalam hati saya berpikir, “Maruk juga nih perempuan..!” Setelah hampir 5 menit, Santi saya suruh berdiri di depan saya sambil saya lucuti pakaiannya.

Tanpa di komando, Santi melepas celana dalamnya yang mini itu, dan menjejalkan kemaluannya yang tanpa bulu ke mulut saya. Ya sudah, namanya juga dikasih, langsung saja saya ciumi dan saya jilat-jilat. “Mas, geli Mas,” kata Santi sambil terus menggoyang-goyangkan pantatnya.

“Tadi ngasih, sekarang komentar..!” kata saya sambil memasukkan dua jari tangan saya ke dalam vaginanya yang (ya ampun) peret banget, kayak kemaluan perawan. Masih dalam posisi duduk, saya membimbing pantat dan vagina Santi ke arah batang kemaluan saya yang makin lama makin keras.

Perlahan-lahan, Santi memasukkan kejantanan saya ke dalam vaginanya yang mulai agak-agak basah. “Pelan-pelan ya Mir..! Nanti memekmu sobek,” kata saya sambil tersenyum. Santi malah menjawab saya dengan serangan yang benar-benar membuat saya kaget. Dengan tiba-tiba dia langsung menekan batang kejantanan saya dan mulai bergoyang-goyang.

Gerakannya yang halus dan lembut saya imbangi dengan tusukan-tusukan tajam menyakitkan yang hanya dapat dijawab Santi dengan erangan dan desahan. Setelah posisi duduk, Santi mengajak untuk berposisi Dog Style. Santi langsung nungging di lantai di atas karpet.

Sambil membuka jalan masuk untuk kemaluan saya di vaginanya, Santi berkata, “Mas jangan di lubang pantat ya, di memek aja..!” Seperti anak kecil yang penurut, saya langsung menghujamkan batang kejantanan saya ke dalam liang senggama Santi yang sudah mulai agak terbiasa dengan ukuran kemaluan saya. Gerakan pantat Santi yang maju mundur, benar-benar hebat.

Pertandingan antar jenis kelamin itu, mulai menghebat tatkala Santi ‘jebol’ untuk yang pertama kali. “Mas, aku basah..,” katanya dengan hampir tidak memperlambat goyangannya. Mendengar hal itu, saya malah langsung masuk ke gigi 4, cepat banget, sampai-sampai dengkul saya terasa mau copot. Kemaluan Santi yang basah dan lengket itu, membuat si ‘Vladimir’ tambah kencang larinya. “Mir, aku mau keluar, di dalam apa di luar nih buangnya..?” tanya saya.

Eh Santi malah menjawab, “Di dalam aja Mas, kayaknya aku juga mau keluar lagi, barengin ya..?” Sekitar 3 menit kemudian, saya sudah benar-benar mau keluar, dan sepertinya Santi juga. Sambil memberi aba-aba, saya bilang, “Mir, sudah waktunya nih, keluarin bareng ya, 1 2 3..!” Saya memuntahkan air mani saya ke dalam liang vagina Santi yang pada saat bersamaan juga mengeluarkan cairan kenikmatannya.

Setelah itu saya mengeluarkan batang kejantanan saya dan menyuruh Santi menghisap dan menjilatinya sekali lagi. Si Santi menurut saja, sambil ngos-ngosan, Santi menjilati penis saya. Ketika Santi sedang sibuk dengan batang kejantanan saya, Vina bangun tidur dan langsung menghampiri kami sambil bertanya,

“Mami lagi ngapain..? Kok Om Vito digigit..?” Santi yang tampaknya tidak kaget, malah menyuruh Vina mendekat dan berkata, “Vina, Mami nggak gigit Om Vito. Mami lagi makan ‘permen kojek’-nya Om Vito, rasanya enak banget deh, asin-asin..” “Mami, emangnya permennya enak..? Vina boleh nggak ikut makan..?” tanya Vina.

Sambil mengocok-ngocok penis saya, Santi berkata, “Vina nggak boleh, nanti diomelin sama Om Vito, mendingan Vina duduk di bangku ya, ngeliat Mami sama Om Vito main dokter-dokteran.” Saya yang dari tadi diam saja, mulai angkat bicara, “Iya, Vina nonton aja ya, tapi jangan bilang-bilang ke Papi Vina, soalnya kasian Mami nanti. Ini Mami kan lagi sakit, jadinya Om kasih permen terus disuntik.

” Sambil terus memegang penis saya yang mulai kembali mengeras, Santi berkata pada Vina, “Nanti kalo’ Vina nggak bilang ke papi, Vina Mami beliin baju baru lagi deh, ya? Tuh liat, suntikannya Om Vito mulai keras. Vina diam aja ya, Mami mau disuntik dulu nih..!” Merasa ada tantangan lagi, saya langsung mencium Santi dengan lembut di bibirnya yang masih beraroma sperma, sambil meremas buah dadanya yang kembali mengeras.

Santi langsung melakukan gerakan berputar dan langsung telentang sambil tertawa dan berteriak tertahan, “Babak kedua dimulai, teng..!” Sementara Vina hanya diam melihat maminya dan saya ‘acak-acak’, walaupun terkadang dia membantu mengelap keringat maminya dan saya.

Itulah pengalaman saya dan Santi yang masih berlanjut untuk hari-hari berikutnya. Kadang-kadang di rumah saya, dan tidak jarang pula di rumahnya. Kami melakukan berbagai macam gaya, dan di segala ruangan dan kondisi. Pernah kami melakukan di kamar mandi, masih dengan Vina yang ikut nimbrung ‘nonton’ pertandingan saya vs maminya.

Dan Vina juga diam dan tidak bicara apa-apa ketika papinya pulang dari Lampung. Hal itu malah makin mempermudah saya dan Santi yang masih sering bersenggama di rumah saya ketika saya pulang kantor, dan ketika istri saya belum pulang dari rumah orangtuanya.

Dan saya akan masih terus akan menceritakan pengalaman saya dengan Santi. Dan nanti akan saya ceritakan pengalaman saya dengan adikanti

0 komentar:

Posting Komentar